Richard Eliezer atau Bharada E divonis 1 tahun 6 bulan penjara atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Ibunda Richard Eliezer (Bharada E), Rynecke Alma Pudihang mengatakan dengan vonis tersebut, ada harapan putranya bisa tetap menjadi anggota Polri.
“Dengan putusan ini ada harapan untuk Icad tetap bisa menjadi anggota Polri,” ucapnya, dikutip dari Wartakotalive.com, Rabu (15/2/2023).
Selain itu, Rynecke menyampaikan bahwa Richard juga masih ingin melanjutkan cita-citanya di institusi Polri sebagai anggota Brimob.
Lantaran, kata Rynecke perjuangan putranya saat akan menjadi Brimob tersebut sangat luar biasa.
“Icad ini kan menjadi anggota Brimob dengan perjuangan luar biasa,” ujarnya.
“Bicara keinginan, sudah pasti itu memang keinginannya yang sangat luar biasa,” imbuhnya.
“Tidak ada kata-kata dia akan berhenti,” lanjut Rynecke.
Rynecke juga menegaskan, putranya tetap semangat melanjutkan cita-citanya.
Ucapan Terima Kasih dari Pihak Richard Eliezer
Rynecke juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung Richard selama ini.
“Kami dari keluarga dan orangtua menyampaikan banyak terima kasih,” ungkapnya.
Ucapan terima kasih tersebut ia sampaikan kepada masyarakat, Majelis Hakim, dan pihak kuasa hukum yang terlibat.
Sebelumnya, Richard juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang sudah mendukungnya.
Richard pun juga berharap masih bisa melanjutkan kariernya di kepolisian sebagai anggota Brimob.
Hal tersebut Richard sampaikan melalui kuasa hukumnya, yakni Ronny Talapessy.
“Richard menyampaikan kepada saya ‘tolong disampaikan kepada seluruh masyarakat, kepada pihak yang ikut mendukung’, dia mengucapkan, ‘bang tolong sampaikan terima kasih banyak, biar Tuhan yang membalas kebaikan yang ikut mendukung’,” ucapnya.
“Kami sangat berterima kasih ini adalah kemenangan untuk orang kecil, kita semua’,” imbuh Ronny.
Ronny juga mengucapkan terima kasih kepada pihak keluarga Brigadir J yang telah menerima permintaan maaf Richard Eliezer.
Pakar Hukum Pidana: Syarat Kembali ke Polri, Pidana Tidak Boleh Lebih dari 2 Tahun
Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Jamin Ginting menyampaikan kasus Ferdy Sambo bisa menjadi leading case atau panutan bagi kasus-kasus berikutnya jika Majelis Hakim memberikan vonis kepada Richard Eliezer dengan Hukum Progresif.
Hukum Progresif yang dimaksud adalah putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim nantinya akan memberikan dampak yang luar biasa bagi perubahan hukum di Indonesia.
“Khusus terhadap orang yang ingin mengungkapkan suatu kejahatan luar biasa yang sulit pembuktiannya,” ungkap Ginting, Rabu (15/2/2023).
Jamin Ginting menjelaskan, Hukum Progresif tersebut adalah jika Majelis Hakim menghargai Justice Collaborator (JC) dengan putusannya.
“Apabila dia (hakim) menghargai JC ini luar biasa, dengan cara putusannya,” kata Ginting.
Putusan yang dimaksud tersebut, kata Ginting terdapat dua kemungkinan dalam pandangan hakim.
Pertama, hakim mengembalikan Richard Eliezer ke kepolisian sebagai bentuk reward atas apa yang sudah ia lakukan dengan membuka fakta kasus di persidangan.
Kedua, jika hakim menganggap reward tersebut tidak harus mengembalikan ke kepolisian, tetapi cukup dengan memberikan hukuman lebih ringan.
“Atau hakim menganggap, reward-nya itu tidak harus mengembalikan dia (Richard Eliezer) ke kepolisian, tetapi cukup dengan memberikan hukuman yang lebih ringan,” kata Ginting.
Kemudian, jika hakim memutuskan untuk mengembalikan Richard ke kepolisian, maka berarti hukuman yang akan dijatuhkan kepada Richard tidak boleh lebih dari dua tahun.
“Kalau dia (hakim) mengembalikan ke kepolisian, artinya hukumannya itu tidak boleh lebih dari dua tahun.”
“Karena syarat bisa diterima lagi di kepolisian, tidak boleh terpidana dengan pidana lebih dari dua tahun, itu syaratnya untuk bisa kembali ke kepolisian,” ucap Ginting.
Daftar Vonis Hukuman 5 Terdakwa Pembunuhan Brigadir J
Lima terdakwa pembunuhan Brigadir J, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Ricky Rizal, dan Richard Eliezer sudah selesai menjalani sidang vonis pada Senin (13/2/2023), Selasa (14/2/2023), dan Rabu (15/2/2023) lalu di PN Jakarta Selatan.
Berikut rincian vonis hukuman yang diterima lima terdakwa tersebut:
– Ferdy Sambo
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman kepada terdakwa pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dengan hukuman mati.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso saat membacakan vonis hukuman bagi Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Majelis Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut karena itu dengan pidana mati,” ucap Hakim Wahyu, Senin.
“Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan, menetapkan barang bukti tetap terlampir dalam berkas dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk digunakan dalam perkara lain,” sambung Hakim Wahyu.
– Putri Candrawathi
Di hari yang sama dengan Ferdy Sambo, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Putri Candrawathi.
Vonis yang dijatuhkan kepada Putri tersebut diketahui lebih tinggi dari tuntutan JPU sebelumnya yang hanya menuntut delapan tahun penjara.
“Menyatakan, mengadili terdakwa Putri Candrawathi divonis pidana penjara 20 tahun penjara,” kata Hakim Wahyu dalam persidangan, Senin.
“Menyatakan terdakwa Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP,” imbunya.
– Kuat Maruf
Majelis Hakim menjatuhkan vonis hukuman 15 tahun penjara kepada Kuat Maruf di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa (14/2/2023).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Maruf dengan pidana 15 thun penjara,” kata ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam amar putusannya.
Hakim Wahyu mengatakan bahwa perbuatan Kuat terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Kuat bersalah melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).
Vonis hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim untuk Kuat Maruf diketahui lebih tinggi dari tuntutan JPU.
Sebelumnya, JPU menuntut Kuat Maruf dengan tuntutan delapan tahun penjara.
– Ricky Rizal
Ricky Rizal alias Bripka RR divonis 13 tahun penjara oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.
Vonis Ricky tersebut dibacakan pada hari yang sama setelah Majelis Hakim menjatuhkan vonis untuk Kuat Maruf, Selasa.
Hakim Wahyu Imam Santoso meyakini bahwa Ricky terbukti secara sah dan meyakinkan telah terlibat turut serta dalam pembunuhan berencana Brigadir J.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 13 tahun,” ujar hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/2/2023).
Ricky Rizal bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).
“Menyatakan terdakwa atas nama Ricky Rizal telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana,” tutur Hakim Wahyu.
Vonis hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim untuk Ricky Rizal diketahui lebih tinggi dari tuntutan JPU.
Sebelumnya, JPU menuntut Ricky Rizal dengan tuntutan sama dengan Kuat Maruf, yakni delapan tahun penjara.
– Richard Eliezer
Majelis Hakim menjatuhkan vonis hukuman kepada Richard Eliezer di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (15/2/2023).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana 1 tahun 6 bulan,” kata ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam amar putusannya.
Hakim Wahyu mengatakan bahwa perbuatan Richard Eliezer secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Richard bersalah melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).